LANGKAH
– LANGKAH DALAM MENGURUS IMB DAN SLF
Sumber Gambar : https://dpmptsp.palikab.go.id/
Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan
administrasi sesuai dengan fungsinya. Hal ini bertujuan untuk menjamin
legalitas bangunan sehingga keberadaanya dilindungi oleh hukum. Persyaratan administasi
juga menjadi bukti bahwa bangunan sudah sesuai dengan aspek teknis yang termuat
dalam peraturan peraturan daerah yang berkaitan dengan RT/RW Kota/Kabupaten.
Ketika akan mengajukan pemasangan jaringan listrik, telepon, atau air bersih,
didalam surat permohonan tersebut harus disertakan juga bukti-bukti
administrasi bangunan. Jika tidak memiliki bukti administrasi, bangunan tidak
akan mendapatkan suplai air bersih dari PDAM, listrik dari PLN, atau telepon
dari Telkom.
Dokumen administrasi terdiri dari
beberapa informasi yang meliputi status hak atas tanah, status kepemilikan,
perizinan, dokumen perencanaan, dokumen pembangunan, dan dokumen pendaftaran.
Status hak atas tanah adalah informasi mengenai status tanah yang akan
didirikan bangunan. Status atas tanah ini dapat berupa sertifikat hak milik (SHM)
atau hak guna bangunan (HGB). Bila statusnya berupa hak guna usaha (HGU) yang
kepemilikannya dikuasai oleh pihak lain maka harus disertai izin pemanfaatan
yang dinyatakan dalam perjanjian tertulis antara pemegang hak atas tanah dengan
pemilik bangunan.
Persyaratan administrasi bangunan
Gedung terdiri dari izin mendirikan bangunan (IMB) dan sertifikat layak fungsi
(SLF). Setiap masyarakat, baik perorangan, swasta, maupun pemerintah yang akan
membangun bangunan Gedung, wajib memegang IMB dengan terlebih dahulu mengajukan
permohonan dan mengisi formulir yang disediakan oleh pemerintah daerah, dalam
hal ini Dinas Tata Bangunan. Formulir tersebut dikembalikan setelah terlebih
dahulu dipastikan memenuhi persyaratan administrasi yang terdiri atas status
hak atas tanah dan status kepemilikan bangunan.
IMB akan disetujui apabila kaveling
yang akan dibangun memiliki status hak yang jelas, sebagai tanda bukti
penguasaan atau kepemilikan tanah. Hal ini dapat dijelaskan melalui :
1. Sertifikat
Tanah,
2. Surat
keputusan pemberi hak penggunaan atas tanah oleh pejabat yang berwenang
dibidang pertanahan,
3. Surat
kaveling dari pemerintah,
4. Fatwa
tanah atau rekomendasi dari Badan Pertanahan Nasional,
5. Surat
girik/petuk/akta jual beli yang sah dan disertai surat pernyataan pemilik bahwa
tanah tidak dalam status sengketa serta diketahui oleh lurah setempat, serta,
6. Surat
kohir verponding Indonesia disertai pernyataan bahwa pemilik telah menempati
lebih dari 10 tahun dan disertai keterangan pemilik bahwa tidak dalam status
sengketa yang diketahui lurah setempat.
Persyaratan administrasi untuk bangunan Gedung adat,
bangunan Gedung semipermanent, bangunan Gedung darurat, dan bangunan yang
dibangun didaerah bencana ditetapkan oleh pemerintah daerah sesuai kondisi
sosial dan budaya setempat. Hal ini dikarenakan fungsi-fungsi bangunan tersebut
perlu mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah agar kelayakan fungsi
bangunan lebih terjamin.
A. MENGUMPULKAN
DATA DAN INFORMASI TENTANG BANGUNAN.
Agar
dokumen perencanaan mudah mendapatkan izin bangunan, setiap perencanaan atau
pemilik bangunan harus dapat mengumpulkan beberapa informasi menyangkut
ketentuan yang berlaku di lokasi tersebut pada tahap awal perencanaan. Dengan
demikian, perencana dapat memberikan jaminan bahwa produk perencanaan tersebut
akan dapat dibangun dengan tidak bertentangan dengan persyaratan administrasi
maupun teknis. Berikut ini adalah data-data informasi yang diperlukan.
1. Fungsi
bangunan Gedung yang diperbolehkan pada lokasi tersebut. Informasi ini dapat
ditanyakan kepada dinas terkait (Dinas Tata Bangunan) di pemerintahan daerah di
lokasi bangunan tersebut akan dibangun. Bila fungsi bangunan yang dibangun
tidak sesuai dengan peruntukan, konsekuensi pertama adalah IMB tidak dapat
diterbitkan oleh Pemda. Hal ini dikarenakan ketidaksesuaian fungsi terhadap
lokasi dapat membawa dampak negative bagi pengguna bangunan. Misalnya,
pembangunan hunian di lokasi bantaran sungai dan daerah rawan longsor yang akan
berakibat pada bencana banjir dan membahayakan keselamatan pengguna bangunan.
Demikian juga bila membangun hunian di Kawasan industry maka tempat tinggal
akan terganggu oleh polusi udara yang ditimbulkan oleh industry di Kawasan
sekitar rumah.
2. Ketinggian
bangunan yang diizinkan. Setiap daerah memiliki aturan ketinggian bangunan yang
berbeda. Hal ini didasarkan pada ketentuan skyline kota atau kebutuhan
lintasan pesawat udara. Ketentuan ini dapat diperoleh melalui Dinas Tata
Bangunan. Akan Tetapi, bila Kawasan tersebut berada dekat dengan lapangan
terbang maka harus menghubungi Dinas Perhubungan. Bila ketentuan tersebut tidak
diperhatikan maka dinas yang bertugas memantau ketertiban bangunan akan
membongkar kelebihan lantai bangunan yang telah dibangun. Sebagai gambaran,
kasus ini sempat terjadi di kota Bandung. Sebuah hotel berbintang pernah
dibongkar oleh dinas terkait akibat dibangun melebihi ketentuan ketinggian
bangunan yang diizinkan. Pada tahap awal, kelebihan jumlah lantai tersebut
tidak boleh digunakan/dihuni. Tentunya SLF untuk bangunan tersebut tidak dapat
diterbitkan sehingga bangunan tersebut tidak dapat beroperasi sepenuhnya.
3. Jika
bangunan direncanakan berada di bawah muka tanah (basement) maka perlu
diketahui jumlah lantai bangunan Gedung di bawah permukaan tanah yang diizinkan
melalui ketentuan KTB. Seluruh informasi tersebut dapat dilihat dalam dokumen
RTBL di daerah yang telah memilikinnya. Namun didaerah yang belum mempunyai
RTBL, pihak perencana wajib mengajukan izin kepada Dinas Tata Bangunan
setempat. Secara umum, luas lantai di bawah permukaan tanah sama dengan KDB
yang diizinkan, kecuali pemerintah daerah tersebut membuat ketentuan lain.
4. Untuk
bangunan hunian, keberadaan ruang bawah tanah digunakan untuk fungsi Gudang dan
area servis. Selain itu, ruang bawah tanah juga dapat digunakan sebagai ruang
evakuasi Ketika terjadi bencana, walaupun hal ini tidak begitu lazim di
Indonesia. Melihat perkembangan ke depan, ruang bawah tanah dapat digunakan
sebagai ruang penampungan air hujan untuk cadangan air bersih Ketika musim
kemarau.
5. Garis
sempadan dan jarak bebas minimum bangunan Gedung yang diizinkan.
6. Koefisien
dasar bangunan (KDB) maksimum yang diizinkan sesuai dengan lokasi dan luas
lahan perencanaan.
7. Koefisien
lantai bangunan (KLB) maksimum yang diizinkan, dihitung dari luas lahan yang
merupakan daerah perencaan.
8. Koefisien
daerah hijau (KDH) minimum yang diwajibkan.
9. Koefisien
tapak basement (KTB) maksimum yang diizinkan.
10. Jaringan
Utilitas kota.
11. Keterangan
lainnya yang terkait
12. Ketentuan
khusus, misalnya pada kasus lokasi yang akan dibangun terletak pada Kawasan
rawan bencana.
Dengan
adanya pemenuhan terhadap persyaratan administrasi yang dilakukan oleh pemilik
bangunan, pemerintah daerah berkewajiban melakukan pendataan bangunan Gedung
yang dibangun di wilayahnya untuk menjamin terselenggaranya tertib pembangunan
dan pemanfaatan bangunan tersebut.
Tahapan
penting sebelum membangun adalah mendaftarkan hak atas tanah dengan mengurus sertifikat ke kantor pertanahan. Untuk itu,
diperlukan sertifikat, yang merupakan surat tanda bukti penguasaan tanah
sebagai hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan
rumah susun, dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku
tanah yang bersangkutan (PP No. 24/1997, pasal 1 ayat 20).
0 komentar:
Posting Komentar